Adsense 728x90

Adsense 728x90

Adsense 1

Adsense 1

Geliat Tradisi Nyete Kaum Muda Tulungagung

Selasa, 22 Mei 2018

Kopi Cingkir - Sejak pagi puluhan orang meriung di warung kopi Mak Waris, Bolorejo, Kauman, Kabupaten Tulungagung. Duduk bersama teman sembari ngobrol dan menikmati seduhan kopi panas. Pengunjung bisa memilih duduk di gazebo, di selasar warung atau di deretan meja dan bangku yang tersebar mengelilingi warung. Pembeli hilir mudik masuk ke dalam warung seluas 12 meter persegi untuk memesan minuman, membeli rokok dan kudapan.

Puluhan cangkir dan gelas tertata di depan meja. Suheri dan pegawai warung Kopi Mak Waris seolah tiada henti berbagi tugas menjerang air, mengaduk kopi dan menyajikan di atas meja para pembeli. Serta menata dan mencuci piring dan gelas kotor. “Saya bekerja sejak 20 tahun lalu. Setiap hari selalu ramai,” kata Suheri.

Warung kopi Mak Waris sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Tulungagung. Lokasinya masuk di perkampungan padat penduduk, sepanjang jalan berderet aneka warung kopi cethe khas Tulungagung. Tapi, warung kopi cethe Mak Waris melegenda.

Agung Santoso duduk berdua bersama Arda Putra di salah satu sudut ruangan. Keduanya tengah menikmati kopi sembari bermain gawai. Membuka akun media sosial sambil sesekali diselingi obrolan ringan. Selama tiga jam, mereka tak beringsut dari tempat duduk. “Sejak SMA saya ngopi di sini,” kata Agung.

Agung menuangkan kopi di lepek, dan menyeruputnya selagi panas. Lantas dia mengoleskan ampas kopi atau cethe di lepek dengan sendok ke sebatang rokok kretek. Setelah cethe kering dia membakar batang rokok. “Rokok berlapis cethe lebih nikmat,” katanya.

Setelah puas merokok, dia berpamitan meninggalkan warung. Tak berapa lama tiga pemuda duduk di bangku yang ditinggalkan Agung dan Arda. Ketiganya juga memesan kopi, tak ketinggalan menikmati cethe dalam sebatang rokok. Silih berganti para pembeli berdatangan mulai pukul 5.30 WIB sampai 22.00 WIB.

Warung kopi cethe Mak Waris dikelola generasi kedua sejak 1990-an. Warung didirikan Waris Warsito sejak 1976, awalnya warung kopi berupa rombong kecil di depan rumah. Mak Waris bukan yang pertama di kampung itu, Sumari lebih dulu membuka warung kopi sejak 1970. Pelanggan kopi Mak Waris awalnya tetangga sekitar, minum kopi usai menggarap sawah.

“Ngobrol sawah garapan sambil minum kopi dan merokok,” kata salah satu putra Waris, Hariyanto.

Saat itu secangkir kopi dijual seharga Rp 30. Dari mulut ke mulut pelanggan terus berdatangan, tiga tahun kemudian dibuat warung secara permanen. Menjual kopi, gorengan dan rokok. Mak Waris mengolah biji kopi sendiri, disangrai dan ditumbuk secara manual. Pada 1989 pelanggan bertambah, Mak Waris kewalahan kemudian mempekerjakan sejumlah karyawan. Mengolah kopi, menyangrai dan menumbuk dengan mesin.

Warung Kopi Cethe Menjamur

Warung kopi Mak Waris terus berkembang, sejak 1990 warung dikelola Hariyanto. Kini, rata-rata 500 sampai 700 pengunjung per hari, Sedangkan saat libur panjang, libur sekolah, libur lebaran dan tahun baru pengunjung membludak. Pembeli dari luar Tulungagung juga berdatangan. Saat ini warung kopi Mak waris mempekerjakan 20 orang, dibagi dalam dua shift.

“Keuntungan sekitar Rp 2 juta per hari,” ujar Hariyanto. Keuntungan ini menarik minat warga Tulungagung untuk membuka warung kopi serupa. Hampir setiap desa berdiri warung kopi sekaligus menyediakan cethe. Namun sampai saat ini belum ada data pasti berapa jumlah warung kopi cethe di Tulungagung.

“Tujuh tahun lalu ada sekitar 200 warung,” kata Hariyanto. Aktivitas nyethe, katanya, dilakukan secara turun temurun sejak 1970-an. Budaya nyethe dilakukan sambil ngobrol para petani minum kopi dan merokok usai mengerjakan sawah. Siang hari mereka berkumpul berdiskusi mengolah sawah.

“Iseng ada yang mengolesi rokok dengan ampas kopi. Rasanya lebih mantap,” katanya. Sejak saat itu sejumlah warung menjadi tempat nyethe. Bahkan warung Mak Waris menyediakan ampas kopi bercampur susu dan vanila untuk nyethe. Warung kopi, katanya, menjadi ruang berinteraksi untuk sekedar bertemu teman atau transaksi jual beli.

Warung cethe terus berkembang, sejauh ini belum ada organisasi atau paguyuban yang menaungi para pemilik warung cethe. Selama ini pemerintah terkesan kurang memperhatikan keberadaan warung cethe.

“Dulu pernah mendapat kompor dari calon Bupati, dari pemerintah belum pernah,” katanya. Termasuk tak pernah ada pembinaan dan bantuan permodalan. Sementara warung kopi cethe harus bersaing dengan cafĂ© dan kedai kopi yang dikelola profesional.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tak memiliki data pasti berapa jumlah warung cethe. “Kami belum mendata pasti jumlah warung cethe,” kata Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Kebudataan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Sri Wahyuni.

Yuni berjanji akan mendata dan mengajak para perajin atau seniman cethe untuk pameran produk unggulan Tulungagung di even nasional. Tujuannya untuk mengenalkan tradisi nyethe sebagai kearifan lokal budaya masyatakat Tulungagung.

Di sekitar pasar Ngunut berderet sekitar sembilan warung kopi cethe. Saban hari senantiasa ramai pengunjung. Sepeda motor berderet di sepanjang jalan, mereka menikmati kopi sembari nyethe. Seperti yang dilakukan Gunawi, 39 tahun, hari-harinya dihabiskan di warung kopi. Tak sekedar ngopi dia juga membuat kreasi melukis sebatang rokok dengan cethe.

Adonan cethe diambil dari butiran ampas kopi yang paling halus. Dia menggunakan tusuk gigi atau obeng yang diraut khusus untuk membuat aneka motif. Motif batik menjadi spesialisasi bagi bapak satu putri ini.

“Pertama kali ikut lomba nyethe di warung Mak Waris,” kata Gunawi. Nawi sapaan akrab Gunawi mengaku mengikuti lomba semasa SMA pada 1993. Saat itu, dia langsung menyabet juara pertama. Baju, rokok dan uang tunai sebagai hadiah. Nyethe, katanya, awalnya iseng mengisi waktu luang selepas sekolah.

“Saat itu belum merokok,” katanya. Dia belajar nyethe secara otodidak, sejumlah sopir truk yang mampir di warung kopi meminta dibuatkan lukisan cethe. Usai nyethe dia mendapat imbalan tertentu. Nawi terus mengasah kemampuan nyethe dan mengikuti berbagai kompetisi. Sejak itu, dia dikenal sebagai seniman cethe atau cigarette painting.

Nawi dikontrak perusahaan rokok, melanglang buana ke seluruh penjuru tanah air. Dia mengenalkan kesenian nyethe khas Tulungagung kepada para penggemar kretek. Untuk melukis sebatang rokok dibutuhkan waktu sekitar lima menit.

Tak hanya melukis, dia juga menceritakan sejarah dan aktivitas masyarakat Tulungagung nyethe. Dia membuat ramuan khusus, cethe dibuat dari ampas kopi dicampur susu sebagai perekat dan pasta vanila yang menghasilkan aroma harum.

“Membuat adonan cethe ini yang sulit,” katanya. Saat melukis cethe, katanya, dibutuhkan konsentrasi tinggi. Tak hanya menjadi duta cethe Nawi juga melayani pesanan cethe untuk cinderamata. Rokok hasil kreasinya dibingkai dalam bungkus plastik agar menarik.

Pesanan datang dari berbagai Negara seperti Cina, Amerika, Jepang, Taiwan dan Malaysia. Pemesanan dilakukan melalui teman dan media sosial. Setiap bungkus rokok dihargai Rp 150 ribu. “Mereka kadang memberi lebih, dianggap terlalu murah,” katanya.

Nawi juga mulai mengembangkan melukis cethe dengan media cangkir, lepek, bambu dan kulit kayu. Aneka kerajinan itu diharapkan akan menggairahkan nyethe sebagai bagian dari seni dan memiliki nilai ekonomis. Sayang, dia terhambat permodalan maupun pasar sehingga berhenti berproduksi.

Kini, penggemar olah raga motor trail ini tengah melatih para pemuda untuk nyethe. Anak muda dilatih nyethe untuk mengembangkan seni, menjauhi dampak negatif penyalahgunaan narkoba dan minuman keras. Maklum dibutuhkan konsentrasi tinggi untuk melukis rokok degan cethe. Ikhsan Bawavi, 18 tahun, asal Desa Gilang, Ngunut, Kabupaten Tulungagung salah satunya yang belajar nyethe. Sejak tiga tahun terakhir dia belajar membuat cethe yang memiliki motif menarik.

“Awalnya melihat motif batik di buku pelajaran sekolah,” ujarnya. Di sela kesibukannya bekerja di bengkel las Ikhsan menemui komunitas cethe untuk belajar dan mendiskusikan motif nyethe. Untuk membuat lukisan di sebatang rokok diselesaikan dalam tempo satu jam.

“Jika lomba maksimal 30 menit,” katanya. Ikhsan telah empat kali menjuarai lomba nyethe. Pekerjaan utama di bengkel las dan bubut, di sela pekerjaan itu dia membuat akun media sosial untuk memajang rokok cethe kreasinya. Untuk melukis di setiap batang rokok, Ikhsan memasang tarif Rp 5 ribu.

Kopi Ijo Khas Warung Waris

Gunawi menganggap cethe dari ampas kopi ijo produksi warung kopi Mak Waris paling cocok digunakan nyethe.Lantaran warna yang dihasilkan terlihat hitam pekat, saat cethe ditorehkan di atas kertas rokok. Berbeda dengan ampas kopi lainnya yang terlihat berwarna kecoklatan. “Motif dan warna menjadi lebih menarik,” katanya.

Selain itu, ampas kopi yang lembut juga menghasilkan lukisan dengan motif yang detail. Bahkan, kini hampir semua warung kopi cethe di Tulungagung menyediakan kopi ijo yang diproduksi warung Mak Waris. Kopi ijo ini yang menyedot para pengunjung di kedai kopi.

Hariyanto mengaku tak ada resep khusus dalam memproduksi dan mengolah bubuk kopi. Biji kopi, katanya, disangrai setengah matang. Sehingga menghasilkan bubuk kopi yang berbeda, saat diseduh kopi berwarna hitam kehijauan. “Orang-orang menyebut kopi hijau,” ujarnya.

Kopi hijau popular sejak 2000, setiap hari total memproduksi 160 kilogram bubuk kopi. Selain untuk melayani warung kopi di Tulungagung, juga didistribusikan ke sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebagian dikemas ukuran 150 gram dijual seharga Rp 15 ribu. “Dikemas untuk oleh-oleh khas Tulungagung,” ujarnya.

Seniman muda Tulungagung, Septa DD Prasetyo melihat warung kopi cethe Tulungagung memiliki potensi sebagai wisata minat khusus. Mengemas cethe sebagai bagian dari objek wisata unggulan. Terbukti, selama ini banyak orang datang ke Tulungagung untuk mengenal cethe dan mencicipi kopi ijo khas Tulungagung.

“Wisatawan bisa diajak mengolah biji kopi, menyeduh dan meminum kopi,” katanya. Selain itu, mereka juga diajak nyethe atau melukis dengan cethe di atas kertas. Untuk oleh-oleh, wisatawan bisa membawa kopi ijo, lukisan cethe di atas kertas atau cindera mata karya Nawi lukisan cethe di atas kulit kayu, cangkir maupun bambu.

“Nyethe dipandang sebelah mata, tak diakui sebagai karya seni,” katanya. Padahal seniman cethe telah mengharumkan nama Tulungagung dalam pameran dan kompetisi di dalam dan luar negeri. Menurutnya, nyethe sebagai bentuk kearifan lokal yang bisa dikembangkan sebagai bagian dari produk seni dan kebudayaan masyarakat Tulungagung.

Senja tiba, Nawi masih berkutat dengan cethe dan rokok. Sejumlah pemuda duduk meriung memperhatikan tangan Nawi yang dengan lincah memainkan tusuk gigi bak kuas. Lukisan motif batik telah dituntaskan dan mengakhiri perjumpaan dengan pemuda desa setempat. Esok hari, mereka akan melakukan aktivitas serupa untuk mendalami teknik nyethe ala Gunawi.


Sumber:

Laman:terakota.id
Judul:Geliat Tradisi Nyete Kaum Muda Tulungagung
Link:https://www.terakota.id/geliat-tradisi-nyete-kaum-muda-tulungagung/

Demikian berita dan informasi terkini yang dapat kami sampaikan. Silahkan like fanspage Kopi Cingkir dan tetap kunjungi Kopi Cingkir. Anda sedang membaca tulisan tentang Geliat Tradisi Nyete Kaum Muda Tulungagung. Kami senantiasa memberikan berita dan informasi yang dilansir dari berbagai sumber terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat! #KopiCingkir

Share on :

1 komentar:

  1. EURO 2020 Segera Tiba...
    Segera Dapatkan Agen Terbaik dan Terpercaya Demi Kenyamanan Dalam Bermain.
    Winning 303 Hadir Dengan Agen Sportsbook Terbaik dan Terpercaya Saat ini..Dengan Sistem Teknologi Modern Untuk Memberikan Rasa Aman dan Nyaman Dalam Bermain.

    Dapatkan Segera Bonus Spesial Untuk Anda Yang Bergabung.
    Bonus Welcome 20%
    Bonus Deposit Harian 10%
    Bonus Cashback 5-10%
    Bonus Referral Seumur Hidup

    Dapatkan Minimal Bet Parlay 5ribu Rupiah Saja....

    Proses Transaksi Cepat , Mudah dan Aman...
    Dapatkan Kemudahan Deposit Dengan Deposit via PULSA dan OVO

    Klik >>>>>>> DAFTAR

    Ayo Gabung Segera Dengan Kami...
    Hubungi Segera:
    WA: 087785425244
    Cs 24 Jam Online

    BalasHapus

 
Copyright © 2015 Kopi Cingkir ~ Kopi, Gaya Hidup dan Hiburan
Distributed By My Blogger Themes | Design By Herdiansyah Hamzah